Wamena, 3 Mei 2025 – Kebijakan mutasi yang dilakukan oleh Gubernur Papua Pegunungan terhadap sejumlah pejabat di lingkungan pemerintah provinsi menuai sorotan. Salah satu pejabat yang terdampak, Yohanes Penius Lani, S.Kom, M.Pwk , Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Pemprov Papua Pegunungan, menyampaikan keberatannya terhadap keputusan tersebut, yang menurutnya tidak sesuai dengan Undang-Undang ASN No.5 Tahun 2014 .
Menurut Yohanes, mutasi yang dilakukan tidak mengikuti prosedur yang jelas, terutama terkait aturan jabatan pimpinan tinggi yang dalam UU ASN hanya dapat diduduki paling lama lima tahun . Ia menegaskan bahwa mutasi berdasarkan hasil audit keuangan bukanlah alasan yang tepat untuk mencopot jabatan seseorang.
“Saya sudah bertemu dengan BPK, dan laporan saya baik serta tidak bermasalah. Namun, mutasi ini dilakukan dengan alasan audit keuangan. Jika memang ada kesalahan, mari kita buktikan bersama dengan menghadirkan pihak terkait,” ujar Yohanes dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dirinya serta sejumlah pejabat lain telah dilantik sebagai pejabat definitif pada 30 April 2024 , melalui SK Gubernur Papua Pegunungan Nomor SK.821.2.22 – 414 , setelah mengikuti Lelang Jabatan dan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama .
“Kami adalah pejabat eselon II yang telah menjalani seleksi terbuka dan mendapatkan rekomendasi sesuai prosedur. Mutasi ini dilakukan tanpa evaluasi atau pemberitahuan resmi. Masa kami tiba-tiba dicopot tanpa ada SK pemberhentian?” keluh Yohanes.
Ia berharap Gubernur Papua Pegunungan meninjau kembali kebijakan mutasi yang telah dilakukan, mengingat mutasi terhadap pejabat definitif harus mengikuti prosedur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS .
“Kami meniti karier dari bawah, tiba-tiba diberhentikan tanpa dasar dan evaluasi. Ini tidak benar dan bertentangan dengan UU ASN,” tambahnya.
Sebagai bentuk ketidakpuasan, Yohanes bersama sejumlah pejabat yang dimutasi berencana mengajukan surat kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) , agar SK pemberhentian dapat ditinjau ulang.
“Kami meminta Bapak Gubernur sebagai Kepala Suku dan tokoh adat untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini, demi kepastian hukum dan keadilan bagi kami yang telah bekerja keras membangun Papua Pegunungan,” tutupnya.
Keputusan mutasi ini masih menjadi perdebatan di kalangan pemerintahan daerah, sementara para pejabat yang terdampak berharap adanya transparansi dalam setiap keputusan yang diambil. Masyarakat pun menanti bagaimana perkembangan kebijakan ini ke depannya.
Penulis : Gin
Editor : Buendi