WAMENA – Maskapai penerbangan Sriwijaya Air resmi mendarat perdana di Bandara Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Selasa (29/7/2025). Kerja sama antara Sriwijaya dan Pemerintah Daerah Jayawijaya ini menandai terbukanya akses udara langsung ke jantung Papua Pegunungan tanpa harus transit di Sentani atau Jayapura.
Dengan mengoperasikan pesawat Boeing 737-500 berkapasitas 130 kursi, Sriwijaya Air memilih membawa maksimal 111 penumpang demi keamanan dan kesiapan infrastruktur bandara pegunungan Wamena.
Tokoh muda Papua Pegunungan, Nioluen Kotouki, mengapresiasi langkah ini sebagai terobosan dalam mempersingkat waktu tempuh bagi masyarakat. “Kini warga bisa bepergian langsung ke Surabaya atau Jakarta dari Wamena,” katanya.
Namun, Nioluen juga menyampaikan kekhawatiran tentang efek jangka panjang rute baru tersebut terhadap demografi dan kapasitas belanja daerah. Ia menyoroti potensi lonjakan penduduk pendatang yang bisa memperberat beban pelayanan publik.
“Setiap penerbangan perlu dipastikan, siapa yang berangkat dan siapa yang datang. Apakah mayoritas Orang Asli Papua atau penduduk luar?” ujarnya.
Desakan Regulasi Demi Keberpihakan OAP
Menyikapi dinamika ini, Nioluen mendorong agar DPR Papua Pegunungan segera mengusulkan rancangan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang pengendalian penduduk sebagai prioritas tahun ini dalam PROPEMPERDA.
“Dalam semangat Otonomi Khusus, keberpihakan kepada Orang Asli Papua harus dijaga. Tanpa regulasi yang bijak, OAP bisa tersingkir dari akses layanan kesehatan, pendidikan, dan rekrutmen CPNS,” tegasnya.
Pembukaan rute Sriwijaya Air ke Wamena menjadi babak baru konektivitas Papua Pegunungan. Tapi agar langkah maju ini tak menimbulkan masalah sosial, arah kebijakan mesti cermat—agar Orang Asli Papua tetap menjadi aktor utama di tanahnya sendiri, bukan hanya penonton.
Penulis : Gin
Editor : Tim Redaksi