Serui, 22 Oktober 2025 — Tindakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua yang membakar mahkota burung Cenderawasih hasil sitaan menuai kecaman keras dari Dewan Adat Saireri. Ketua Dewan Adat, Sopater Ayomi, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap simbol budaya yang sangat sakral bagi masyarakat Papua.
“Kami menghormati hukum dan larangan terkait perburuan Cenderawasih. Akan tetapi, membakar mahkota Cenderawasih sama saja dengan membakar identitas kami sebagai orang Papua,” tegas Sopater Ayomi dalam pernyataannya di Serui.
Meski mendukung pelarangan perburuan dan perdagangan satwa endemik Papua, Ayomi menilai pemusnahan mahkota dengan cara dibakar tidak mencerminkan penghormatan terhadap nilai-nilai adat. Ia mengusulkan agar barang sitaan seperti mahkota diserahkan kepada lembaga adat untuk dimanfaatkan dalam upacara tradisional dan pelestarian budaya.
“Barang-barang bernilai budaya tinggi seharusnya dilestarikan, bukan dimusnahkan. Kami siap menerima dan menjaga benda-benda tersebut sesuai adat,” tambahnya.
Dewan Adat Saireri berencana mengirim surat resmi kepada BBKSDA dan pemerintah daerah untuk meminta evaluasi atas tindakan tersebut. Mereka berharap ada solusi bijak yang menghormati hukum sekaligus menjaga warisan budaya Papua.
Langkah ini menjadi sorotan penting dalam upaya menyeimbangkan konservasi alam dengan pelestarian budaya lokal, terutama ketika simbol-simbol adat seperti mahkota Cenderawasih memiliki makna spiritual dan identitas yang mendalam bagi masyarakat Papua.
Penulis : Gin
Editor : Tim Redaksi