JAYAPURA – Drama penggunaan dokumen persyaratan administrasi calon yang tidak sah dan diduga palsu oleh Calon Wakil Gubernur dari Pasangan No. 01 (BTM-YB) akhirnya terjawab. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada TERADU I, II, III, IV, dan V atas pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Putusan ini dibacakan oleh Ketua DKPP, Heddy Lugito, pada Jumat (24/01/2025).
Pengamat kepemiluan, Marianus Yaung, mengapresiasi putusan DKPP ini. Menurutnya, putusan ini bukan hanya menjadi pembelajaran bagi KPU Papua, tetapi juga bagi masyarakat Papua yang selama ini disuguhi informasi menyesatkan bahwa masalah ini sudah ditolak oleh Bawaslu dan PT TUN.
“Sekarang terbukti bahwa ada calon yang menggunakan dokumen persyaratan yang tidak benar, tidak sah, atau diduga palsu, tetapi diloloskan oleh KPU Papua,” tegas Yaung.
Mantan komisioner KPU Kota Jayapura ini menambahkan bahwa putusan DKPP mengungkap fakta-fakta mencengangkan. Pertama, penggunaan dokumen persyaratan yang tidak sah atau diduga palsu ini sudah terjadi sejak awal pendaftaran. Kedua, dokumen persyaratan tersebut tidak pernah diperbaiki pada masa dan tahapan perbaikan persyaratan calon (6-8 September 2024). Ketiga, sebelum KPU Papua menetapkan pasangan calon pada 22 September 2024, Pengadilan Negeri Jayapura telah menyampaikan klarifikasi tertulis kepada KPU Papua yang menyatakan tidak pernah mengeluarkan Suket 539 dan Suket 540 kepada Yermias Bisai, SH, dan kedua Suket tersebut terdaftar atas nama orang lain, yaitu Semuel Fritsko Jenggu. Keempat, KPU Papua melakukan pelanggaran perundang-undangan karena menerima dokumen persyaratan baru milik Yermias Bisai, SH, pada 20 September 2024, di luar tahapan dan jadwal yang diatur dalam PKPU No. 8 Tahun 2024.
“Ini jelas sekali, pelanggarannya sangat sempurna dan terjadi di depan mata penyelenggara maupun pengawas,” terang Yaung. Ia menambahkan bahwa pelanggaran seperti ini sulit dibayangkan terjadi kecuali terhadap komisioner yang berani dan telah kehilangan rasionalitasnya.
Yaung bersyukur bahwa teman-teman KPU Papua tidak sampai diberhentikan, meskipun peringatan keras adalah sanksi yang levelnya satu tingkat di bawah pemberhentian. “Dalam perspektif moral, KPU Papua seharusnya meminta maaf kepada seluruh rakyat Papua karena telah menciptakan kegaduhan dan mencederai proses demokratisasi dalam kontestasi Pilkada yang pertama kali dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia,” sesalnya.
Tindakan KPU Papua ini sangat merugikan BTM sebagai Calon Gubernur karena putusan DKPP akan menjadi novum atau bukti baru yang bisa dibawa ke MK untuk memperkuat gugatan Pemohon. “Jika putusan DKPP ini berakibat diskualifikasi di MK, yang paling bertanggung jawab adalah KPU Papua karena secara tidak langsung telah menyandera kepentingan hukum dan politik BTM di MK,” pungkasnya.
Penulis : Gin
Editor : Buendi