Victor Pekpekai-Ketua Koalisi Papua Maju.
Setelah penetapan hasil PSU Pilkada oleh KPU Papua, langkah rekonsiliasi menjadi kunci menjaga kehormatan dan masa depan Tanah Papua. Pihak MARI-YO membuka ruang dialog demi persahabatan dan persatuan.
Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua telah menjadi titik penting dalam proses pemilihan kepemimpinan di Tanah Papua. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU dalam rapat plenonya menetapkan pasangan calon nomor urut 2, Matius Fkhiri dan Aryoko Rumaropen (MARI-YO), sebagai pihak yang memperoleh suara terbanyak. Penetapan ini menjadi dasar bagi Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) untuk melaksanakan rapat paripurna guna mengumumkan secara resmi hasil tersebut.
Namun, suasana pasca penetapan belum sepenuhnya kondusif karena pasangan kompetitor serta para pendukungnya belum menyatakan sikap menerima hasil pleno KPU Papua. Dalam situasi seperti ini, rekonsiliasi menjadi jalan yang paling bijak dan bermartabat. Bukan untuk menghapus perbedaan, tetapi untuk membangun kembali hubungan yang retak dan menghindari polarisasi yang berkepanjangan. Rekonsiliasi adalah bentuk tanggung jawab bersama untuk menjaga kedamaian, kehormatan, dan masa depan Papua yang lebih baik.
Langkah awal telah ditunjukkan oleh pihak MARI-YO yang menyatakan kesediaannya untuk bertemu dan berdialog dengan pihak kompetitor. Ini adalah sinyal positif yang menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal menang, tetapi juga soal merangkul. Pertemuan ini diharapkan menjadi ruang terbuka untuk menyampaikan aspirasi, menjernihkan kesalahpahaman, dan merajut kembali semangat persaudaraan yang menjadi ciri khas masyarakat Papua.
Dalam refleksi yang relevan dengan kondisi Papua saat ini, semangat yang pernah disampaikan oleh Nelson Mandela mengingatkan kita bahwa membangun masa depan bersama membutuhkan keberanian untuk menjalin hubungan lintas perbedaan. Ketika pihak-pihak yang sebelumnya berseberangan mampu duduk bersama dan saling mendengarkan, maka mereka bukan lagi lawan, melainkan mitra dalam membangun harapan baru. Senada dengan itu, Desmond Tutu mengingatkan, “Tanpa rekonsiliasi, tidak ada masa depan.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa keberlanjutan suatu wilayah tidak ditentukan oleh siapa yang menang, tetapi oleh sejauh mana pihak-pihak yang berbeda dapat duduk bersama dan saling memahami.
Papua adalah tanah yang kaya akan nilai-nilai budaya, kekeluargaan, dan spiritualitas. Dalam menghadapi tantangan politik, masyarakat Papua telah menunjukkan kedewasaan dan semangat gotong royong yang luar biasa. Oleh karena itu, rekonsiliasi bukan hanya mungkin, tetapi sangat relevan dan sesuai dengan jati diri masyarakat Papua. Dengan rekonsiliasi, kita membuka lembaran baru yang lebih damai, inklusif, dan berorientasi pada pembangunan. Pemilihan kepala daerah adalah sarana untuk menentukan arah kepemimpinan, bukan untuk memecah belah. Saatnya semua pihak menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok. Dengan semangat rekonsiliasi, Papua dapat melangkah maju sebagai provinsi yang kuat, bersatu, dan bermartabat.
Penulis : Gin
Editor : Tim Redaksi