Oleh: Yanes Alitnoe
Sistem noken yang selama ini digunakan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada di beberapa wilayah Papua, terutama di Papua Pegunungan, kembali menuai kritik tajam. Sistem ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi modern, karena dianggap melanggar hak konstitusional warga negara, menghilangkan kerahasiaan suara, serta membuka ruang bagi konflik horizontal dan kebijakan diskriminatif dari pejabat yang terpilih.
Salah satu persoalan utama dalam sistem noken adalah tidak dijaminnya kerahasiaan suara. Pilihan individu digantikan oleh keputusan kepala suku atau tokoh adat, yang menyuarakan suara kolektif sebuah komunitas. Praktik ini jelas bertentangan dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
Kurangnya pendidikan politik juga menjadi perhatian serius. Sistem noken, alih-alih mendidik masyarakat tentang hak-hak politik mereka, justru memperkuat budaya ketergantungan dan pasrah pada otoritas adat. Hal ini sangat merugikan masyarakat yang belum sepenuhnya memahami proses demokrasi dan pentingnya pilihan politik yang bebas.
Selain itu, sistem ini juga berpotensi menjadi pelanggaran hak asasi manusia. Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih sesuai dengan hati nurani, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Dalam praktik noken, hak individu ini seringkali diabaikan, karena suara masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada keputusan kolektif tokoh adat.
Potensi konflik juga tidak dapat diabaikan. Ketika hasil pemilu diputuskan bukan berdasarkan suara individu, melainkan melalui sistem representasi tradisional, ketidakpuasan bisa muncul, terutama dari pihak yang merasa dicurangi. Ketidaksesuaian data pemilih, seperti DAK2 dan DP4, yang sering kali tidak akurat atau manipulatif, semakin memperparah situasi.
Saya sejak awal, menyerukan penghapusan sistem noken dalam pemilu, serta mendorong reformasi sistem pemilihan yang menjamin hak konstitusional seluruh warga negara. Sistem noken mungkin relevan dalam konteks budaya dan musyawarah adat, tetapi tidak tepat diterapkan dalam proses pemilu yang seharusnya menjunjung tinggi hak individu dan prinsip demokrasi.
Sering kali yang menang dalam pilkada membela sistem noken, sementara yang kalah baru menyadari bahwa sistem noken itu merugikan. Ini menunjukkan bahwa sistem ini dipertahankan bukan karena adil, tetapi karena menguntungkan pihak tertentu. Maka sudah waktunya kita jujur dan berani memperbaiki proses pemilu demi keadilan dan demokrasi yang sehat di Papua Pegunungan.
Penulis : Gin
Editor : A. Buendi






















