“Gembili” Pangan Lokal Khas Papua yang Terlupakan

Posted by : pembarua November 28, 2023 Tags : Pangan lokal , Papua , Terlupakan

Oleh Beatrix I S Wanma (Mahasiswa Program Doktor Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada)

JAYAPURA-Gembili (Dioscorea sp.) merupakan salah satu pangan lokal khas Papua yang telah lama dikonsumsi masyarakat Papua.  Suku-suku di Papua, telah mengenal gembili dengan nama lokal lain seperti suku Sentani di Kabupaten Jayapura mengenal Gembili dengan nama Yara Wenggi, Orafe, Yara Hasai dan Wale, Suku Genyem menyebutnya dengan nama Naning dan Isya. Sedangkan daerah suku Muyu yang ada di Papua bagian Selatan menyebutnya dengan nama Wan, sedangkan Suku Kanum di Kabupaten Merauke menyebutnya dengan nama Plawai Thai.

 

Disisi lain, suku Ngalum yang ada di Papua Pegunungan menyebutnya dengan nama  Ho dan Mangon,  dan suku Ketengban menyebutnya dengan nama May. Sebagai salah satu pangan lokal yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat Papua, sehingga banyak masyarakat Papua yang membudidayakan Gembili.

 

Gembili khas Papua memiliki karakteristik warna umbi yang beragam diantaranya warna ungu, putih, dan kuning. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Cahadikun, dkk (2019) terdapat  5 jenis gembili yang ditemukan di Papua yaitu Dioscorea alata L, D. bulibifera L, D. hispida Dennst, D. pentaphylla L, dan D. pyrifolia Kunth. Slain itu, Sabda (2019)  juga telah melaporkan terdapat  1 jenis gembili yaitu D. esculenta yang ditemukan di  Kabupaten Merauke dan Jayapura dilaporkan memiliki warna umbi yang beragam yaitu ungu, putih, dan putih kekuningan. Baik yang dibudidaya oleh masyarakat maupun hidup liar di alam. Temuan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti khususnya yang ahli dalam bidang botani.

 

Gembili diketahui memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, kaya kandungan karbohidrat namun memiliki indeks glikemik yang rendah. Sehingga, gembili ini cocok dikonsumsi terutama bagi masyarakat yang sedang melakukan diet karbo, atau penderita diabaetes yang harus mengurangi jumlah asupan karbohidrat. Bahkan, umbinya  diketahui juga dapat diolah menjadi beras analog yang dapat dikonsumsi seperti beras porang yang sedang trend saat ini di masyarakat, khususnya yang sedang mengurangi konsumsi nasi biasa.

 

Umbi dari Gembili juga telah diketahui mengandung berbagai komponen bioaktif diantaranya: i) Dioscorin merupakan protein dalam gembili yang berfungsi sebagai tripsin inhibitor yang juga sering dijumpai pada kacang kedelai. Tripsin inhibitor termasuk kelompok phytochemical yang merupakan komponen bioaktif dengan kemampuan sebagai anti-carcinogenic, yaitu jenis Bowman-Birk. ii) Allantoin (aluminium dihydroxy allantoinate) adalah senyawa kimia yang memiliki efek antioksidan serta antiradang yang mampu mempercepat proses penyembuhan, karena memiliki potensi antioksidan maka sering digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan skincare. Secara alami allantoin terdapat di dalam tubuh manusia, hewan, dan tanaman seperti tanaman bit, kecambah gandum, dan bahkan biji tembakau. iii) Choline adalah nutrisi yang dikelompokan dalam vitamin B12 karena memiliki struktur yang sama, namun peran dan fungsinya lebih luas seperti menjaga metabolisme tubuh dari gangguan kesehatan.

 

Contonya berperan dalam mencegah terjadinya penyakit seperti neural tube disease (NTD) dan Alzheimer. iv) Polifenol adalah salah satu senyawa antioksidan yang paling banyak penyebarannya diantara berbagai jenis tanaman dan buah-buahan. Polifenol juga dapat menghambat, mencegah, mengurangi oksidasi oleh radikal bebas sehingga baik untuk kesehatan. v) Diosgenin merupakan senyawa fitokimia yang berperan dalam produksi hormon steroid, mampu mencegah kanker usus, menurunkan penyerapan kolesterol dan sebagai pengobatan leukemia, peradangan, hiperkolestrolemia, dan kanker.

 

Senyawa bioaktif yang telah diketahui terkandung dalam umbi Gembili memiliki manfaat yang sangat baik bagi kesehatan yang mengonsumsinya. Namun, sayangnya banyak yang tidak mengetahui manfaat tersebut. Bahkan, saat ini diketahui tidak sedikit masyarakat Papua yang tidak tahu apa itu Gembili.

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah waktu tumbuh dari Gembili yang cukup lama yaitu ± 1 tahun baru dapat dipanen dan dikonsumi, sehingga cukup sulit menemukan gembili sebagai pangan yang dapat dikonsumsi sehari-hari.

 

Selain itu, budaya lokal masyarakat Papua khususnya suku Sentani dan suku Kanum meyakini bahwa gembili merupakan pangan yang sangat berharga dibandingkan umbi-umbi yang lain, sehingga sekalipun ada gembili hanya untuk konsumsi suku tersebut.

 

Hal inilah yang menyebabkan penyebaran Gembili juga menjadi terbatas dan menyebabkan gembili menjadi semakin punah. Selain itu, regernerasi pengetahuan lokal masyarakat papua terhadap Gembili juga menjadi salah satu faktor mengapa Gembili semakin hilang dari peredaran dan bahkan tidak dikenali oeh masyarakat Papua terutama generasi saat ini. Kondisi tersebut tentu saja menjadi sesuatu yang sangat memprihantikan, karena Gembili dengan segala kelebihannya semakin lama semakin hilang di kawasan Papua. Oleh karena itu, penting sekali untuk melakukan budidaya gembili dan mengenalkannya kembali kepada masyarakat Papua.(*)

RELATED POSTS
FOLLOW US