Menjemput Sidang Putusan Pejuang Lingkungan Masyarakat Adat Awyu

Posted by : pembarua November 1, 2023 Tags : Masyarakat Adat

JAYAPURA- Sidang pembacaan putusan yang diajukan oleh Pejuang Lingkungan Hidup dari Masyarakat Adat Suku Awyu Hendrikus Franky Woro akan berlangsung secara online pada tanggal 2 November 2023 di PTUN Jayapura.

Anastasya Manong dari Ampera Mada Papua menyampaikan proses perjalanan sidang masyarakat adat suku Awyu Marga Woro ini sangat panjang dengan memakan waktu kurang lebih 7 bulan untuk mereka mempertahankan hutan tanah adatnya supaya generasi berikutnya bisa menikmati tetapi juga menjadi penyumbang CO2 di Papua.

“Perjalanan sidang ini banyak masalah yang ditemui yaitu kesalahan pada amdal sudah kadaluwarsa dan Dinas Penanaman Modal mengeluarkan skala panduan izin analisis lingkungan dalam tim amdal tidak melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tersebut yang akan dijadikan sebagai konsensi wilayah perusahaan di distrik Mandogo dan juga di distrik Fofi,” kata Tasya saat Konferensi Pers di Kantor LBH Papua, Rabu (1/11/2023).

Dikatakan, ketika putusan ini tidak berpihak kepada masyarakat adat Awyu tentunya dampak yang timbul hilangnya mata pencarian karena bergantung pada kehidupan yang ada di alam.

“Saya sebagai anak muda mengajak teman-teman meminta kepada hakim untuk melihat jeli secara nyata bahwa banyak
kesalahan yang sudah dilanggar oleh pemerintah dan juga perusahaan terkait dengan izin amdal dan juga izin analisis lingkungan yang ada di tanah suku Mardaworo, BovenDigul. mempertimbangkan hal ini dan melihat hak masyarakat adat dalam mempertahankan hutan dan tanah adatnya,” tegasnya

Sementara, Tim Koalisi Selamatkan Hutan Papua, Emmanuel Gobay mengatakan tentunya ini menjadi menarik karena baru pertama kali masyarakat adat Papua berdiri melawan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura.

“Dengan hakim menerima gugatan terus masuk pada pembuktian, ini membuktikan eksistensi pimpinan marga beserta hak-haknya yang dijamin undang-undang dasar 1945 pada pasal 18B, pasal 6 undang-undang nomor 39 tahun 1999 dan pasal 43 undang-undang nomor 2 tahun 2001 tentang perubahan undang-undang otonomi khusus itu diakui di dalam hukum dan menjadi spirit untuk masyarakat adat,” ungkapnya

Lanjutnya, perlu diketahui Franky Woro memiliki wilayah marga bakal hilang akibat diterbitkan surat keputusan nomor 82 tahun 2021 itu jumlanya ada 2 ribu
yang masuk ke dalam 36.094 hektare oleh pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas DPMPTSP Papua yang diberikan kepada PT. Indo Asiana Lestari.
“Sangat miris karena 2 ribu hektare itu bukan lahan sedikit dan kalau hilang maka menjadi pertanyaan marga Woro ini akan kemana? Tidak mungkin mereka masuk ke wilayah marga lain sebab mereka juga menolak dan marga Awyu tidak mungkin akan keluar dari wilayah adatnya,”ujarnya

Dalam kasus ini Kepala Dinas DPMPTSP Provinsi Papua tidak memikirkan dampak buruk dan jelas melakukan pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik dan diatur dalam UU ASN, khususnya profesionalisme.

“Didalamnya jelas menegaskan bahwa harus melindungi hak asasi manusia dan hak masyarakat adat itu juga bagian dari hak asasi manusia namun fakta yang terjadi, pemerintah tidak menjadi mediator dan menunjukkan secara real Dinas DPMPTSP melanggar asas tersebut,” tegasnya.

Franky Woro sebagai pemilik 2000 hektare lahan atau tanah dan hutan itu tidak pernah diundang dalam sosialisasi maupun konsultasi publik sebelum terbitnya SK nomor 82 tahun 2021.
“Ini kemudian menunjukkan amdal yang dirumuskan itu tidak mengikuti tahapan yang sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang pengolahan dan perlindungan lingkungan hidup. Di sisi lain beberapa masyarakat di kawasan bagian bawah area 36.000 sekian hektare itu tidak pernah diundang, padahal mereka ini akan terdampak. Kita tahu kawasan selatan itu kan sungai-sungai dan muaranya semua ke laut Arafuru,” terangnya.

Lanjutnya, kata Ego, anehnya mereka ini tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi publik padahal mereka akan jadi pihak terdampak oleh aktivitas yang direncanakan Dinas Penanaman Modal bersama-sama dengan PT Indo asiana Lestari.” terungkap di persidangan bahwa amdal tersebut kadaluwarsa .sesuai Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang pengolahan dan perlindungan lingkungan hidup ada masa waktu untuk amdal ini. Kurang lebih 4- 5 tahun amdal itu harus diperbaharui. Ini dari perusahaan PT Indo asiana lestari itu amdal tersebut sudah keluar dan sudah lewat masanya,” tutupnya. (ikbal asra)

RELATED POSTS
FOLLOW US