Presiden Prabowo Subianto Diminta Bentuk Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) Dan Menterinya Dari OAP

Posted by : pembarua March 21, 2024 Tags : Papua , Prabowo , Presiden

Oleh: Victor Pekpekai-Ketua Aliansi Papua Maju (APM)

Jayapura, 20 Maret 2024

 

Pemilu Serentak untuk pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPR-P) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPR-K) yang dilaksanakan serentak dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa bhakti 2024-2029 telah dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 dan berlangsung dengan aman dan lancar. Hasil perhitungan perolehan suara dan penetapan nama calon dan jumlah perolehan kursi pada DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD telah diumumkan oleh KPU RI pada tanggal 20 Maret 2024.

Demikian halnya dengan penetapan hasil pemenang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI, telah juga diumumkan pemenangnya adalah Pasangan 02 yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju yaitu Bapak Jenderal (Pur) Prabowo Subianto selaku Presiden dan Bapak Gibran Rakabuming Raka selaku Wakil Presiden. Setelah penetapan Pemenang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI oleh KPU RI, maka sesuai dengan jadwal, pada tanggal 20 Oktober 2024 akan dilaksanakan Pengucapan Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden RI. Presiden RI terpilih sebagaimana ketentuan perundang-undangan akan menggunakan Hak Prerogratifnya untuk menyusun Kabinet. Hak Prerogatif Presiden dalam penyusunan Kabinet adalah Kewenangan Istimewa yang dimiliki oleh Presiden Indonesia yang mencakup: (1). Penunjukan Menteri: Presiden memiliki hak untuk memilih dan menunjuk Para Menteri yang akan menjadi bagian dari Kabinetnya. Keputusan ini sepenuhnya berada di tangan Presiden; (2). Perubahan Nomenklatur Kementrian: Dalam penyusunan Kabinet, Presiden dapat mengubah Nomenklatur Kementerian. Beberapa Kementrian bisa digabungkan atau bahkan Kementerian baru dapat dibentuk sebagai respons terhadap kebutuhan negara; (3). Kriteria Menteri: Presiden juga berwenang untuk memilih Menteri dari berbagai kalangan; termasuk Politisi, Profesional, Akademisi dan kalangan muda.

Sehubungan dengan Penyusunan Kabinet oleh Presiden Terpilih, yaitu Bapak Prabowo Subianto, maka Aliansi Papua Maju (APM) berkenaan mengajukan usulan agar dalam Kabinet yang akan disusun dan ditetapkan, perlu dipertimbangkan agar dibentuk ”Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP)” yang Menterinya berasal dari Putra Terbaik Orang Asli Papua (OAP). Pengusulan pembentukan Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sejak wilayah Provinsi Papua (sebelumnya Irian Barat) menjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1963 hingga sekarang, kurang lebih 61 (enam puluh satu) tahun, perkembangan pembangunan Provinsi Papua belum mampu meningkatkan kemajuan pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyatnya.

Walaupun telah ditetapkan berbagai kebijakan percepatan pembangunan dan dibentuk lembaga Non Kementerian seperti Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) pada tahun 1911 dalam masa Presiden Susilo Bambang Yudiono dan saat ini dibentuk lagi Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), namun kebijakan dan peran kedua lembaga yang bersifat ”Super Body” ini, pada kenyataannya tidak efektif dan terkendala dengan regulasi dan kebijakan sektoral pada kementerian terkait. Lambannya kemajuan daerah dan rendahnya kesejahteraan masyarakat Provinsi Papua ini menjadi bagian dari pengingkaran komitmen percepatan Pembangunan Irian Barat yang didorong oleh Presiden Soekarno dengan pengorbanan yang besar dalam perjuangan mengembalikan kedaulatan Irian Barat kedalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).       

Kajian Historis.

Keberadaan Papua yang pada awal Kemerdekaan Indonesia disebut Papua Barat (West Papua) atau oleh Presiden Soekarno dirubah namanya menjadi ”Irian Barat”, berbeda perlakuan dan penanganannya dari daerah lainnya di Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan dari Penjajahan Kerajaan Belanda mencakup seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke yang dikenal sebagai Hindia Belanda.  Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 dihadapan Taruna-Taruna Akademi Militer Nasional di Yogyakarta, sebagai berikut: “Dan apa yang dinamakan Indonesia, Saudara-saudara? Yang dinamakan Indonesia ialah segenap kepulauan antara Sabang dan Merauke. Yang dinamakan Indonesia ialah apa yang dulu dikenal sebagai perkataan Hindia-Belanda.

Irian Barat adalah masalah krusial bagi Pemerintahan Soekarno. Tanpa Irian Barat, Indonesia belumlah Indonesia. Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, negoisasi soal posisi Irian Barat adalah yang paling alot. Pihak Belanda tetap berkeinginan agar wilayah Irian Barat masih berada dalam genggamannya, karena itu KMB memutuskan bahwa status politik Irian Barat akan dirundingkan lagi dalam jangka waktu setahun setelah tanggal pengakuan kedaulatan. Selama 11 (sebelas) tahun setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949, Indonesia masih menempuh diplomasi dengan mengusahakan penyelesaian bilateral dengan Belanda. Namun, karena Belanda tak mengindahkannya, Indonesia kemudian membawa persoalan Irian Barat ke Forum PBB pada tahun 1954 hingga tahun 1960.

Usaha diplomasi itu selalu berakhir dengan pengabaian dan kebuntuan sehingga Indonesia mengambil langkah merebut Irian Barat dari penguasaan Belanda melalui konfrontasi militer dengan mencanangkan Tri Komando Rakyat atau Trikora yang menghasilkan Perjanjian New York (New York Agreement) pada tanggal 15 Agustus 1962, dimana akhirnya Belanda menyerahkan kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia melalui UNTEA pada tanggal 1 Mei 1963. Selain konfrontasi militer, Indonesia juga melakukan konfrontasi di bidang ekonomi dan politik. Konfrontasi ekonomi ditandai dengan Nasionalisasi perusahan Belanda di Indonesia, sedangkan salah satu bentuk konfrontasi politik adalah pembentukan Provinsi Irian Barat pada tanggal 17 Agustus 1956, dengan Ibu Kotanya di Soasiu Tidore dan mengangkat Sultan Tidore-Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur yang dilantik pada tanggal 23 September 1956 dan menjabat sampai dengan tahun 1961 yang kemudian diganti oleh P. Pamoedji (1961-1963) dalam masa konfrontasi perebutan Irian Barat. Setelah Irian Barat kembali dalam wilayah Negara Republik Indonesia tahun 1963, dibentuklah Provinsi Irian Barat gaya baru melalui Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1963, yang Ibu Kotanya di pindahkan ke Jayapura (Hollandia) dan diangkatlah Putra Irian Barat sebagai Gubernurnya yaitu Eliezer Jan Bonai (1963-1964) yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden R.I Nomor 71 Tahun 1963.

Setelah ditandatanganinya Perjanjian New York, maka Pemerintah Soekarno mengambil kebijakan cepat untuk persiapan peralihan kedaulatan Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia, dengan menunjuk dr. Soebandrio sebagai Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat yang juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri Pertama, dengan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1963, tertanggal 11 April 1963. Dalam Kepres ini juga diatur hubungan kerja antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Irian Barat serta Sekretariatnya yang diketuai oleh seorang Sekretaris Urusan Tertinggi Pembebasan Irian Barat yang kemudian disebut sebagai Sekretaris Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat. Sekretaris Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat ini dijabat oleh Kolonel Infanteri Prijatna Padmadiwiria, yang kemudian melalui Keputusan Presiden R.I Nomor 125 Tahun 1963, tertanggal 25 Juni 1963, ditetapkan penggantinya yaitu Kolonel CHK Sutjipto S.H. Struktur Organisasi Sekretariat Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat kemudian mengalami penyempurnaan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 160 Tahun 1963, tertanggal 8 Agustus 1963.

Dengan beralihnya kedaulatan atas Irian Barat ketangan Indonesia, maka Presiden Republik Indonesia menetapkan kebijakan pembangunan untuk Propinsi Irian Barat. Tujuan utamanya adalah mempercepat pembangunan di wilayah ini agar sejajar dengan wilayah lain yang telah merdeka. Dalam perpektif Soekarno, Irian Barat adalah wilayah terkebelakang walaupun memiliki kekayaan yang melimpah terutama pada perut buminya. Kepedulian Presiden Soekarno terhadap pembangunan Irian Barat sangat besar, bahkan perhatiannya untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat Irian Barat tidak diragukan. Dalam Amanat ”Ambeg Parama-Arta” dihadapan Sidang Umum ke-II Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Presiden Soekarno memberikan komando untuk memperhebat pembangunan Irian Barat, agar segera dapat sederajat dan setaraf dengan warga Indonesia se-Bangsa dan se-Negara dari wilayah-wilayah yang telah mengenyam kemerdekaan.

Ditopang oleh bantuan dana dari Belanda sebesar 30 juta dolar pertahun melalui PBB untuk pembangunan Irian Barat, yang merupakan bagian dari kesepakatan New York, yang disebut Found for West Irian (Fundwi), pemerintahan Soekarno segera merancang program-program pembangunan di Irian Barat. Untuk kepentingan tersebut, maka dibuatlah ”Kebijakan Pembangunan Propinsi Irian Barat” yang tertuang dalam Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1963. Pada pasal 3 Penetapan Presiden ini disebutkan bahwa Pelaksanaan Rencana Pembangunan harus dilaksanakan dalam satu garis sentral, yang menuangkan semua prinsip dan fikiran dalam satu pola, mengkobinasikan maupun mengkoodinasikan jenis Pembangunan yang satu dengan yang lain. Dalam pasal ini juga ditetapkan bahwa tanggungjawab pengkoordinasiaan perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan Irian Barat juga diserahkan oleh Presiden Soekarno kepada Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat.

Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat adalah posisi yang memiliki peran penting dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah Irian Barat, yang difokuskan pada tiga hal utama, yaitu: (1). Penguatan Kemanan, dengan memastikan keamanan wilayah Irian Barat; (2). Konsolidasi Pemerintahan Sipil, dengan membangun struktur pemerintahan yang efektif; dan (3). Penggerakan Perekonomian Lokal, dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Irian Barat. Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat juga memiliki peran kunci dalam melaksanakan rencana pembangunan dan bertanggungjawab mengkoordinir semua kegiatan Pembangunan di Provinsi Irian Barat dan memastikan keselarasan antara prinsip-prinsip yang diterapkan. Untuk menopang tugas-tugas Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat, maka diangkat dan ditetapkanlah Sekretaris Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat yaitu: Kolonel CHK Sutjipto, SH melalui Keputusan Presiden Indonesia, Nomor 125 Tahun 1963. Kemudian ditetapkan juga Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 160 Tahun 1963 tentang Susunan, Tugas, dan Tata Kerja Sekretariat Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat. Sekretaris Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat memiliki tanggung jawab untuk:

  1. Mengelola dan menelaah garis-garis kebijaksanaan umum yang telah ditentukan oleh Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat.
  2. Menyusun ketentuan-ketentuan pelaksanaan dan penyelenggaraan kebijaksanaan Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat.
  3. Menyelesaikan pekerjaan rutin lainnya.
  4. Berhubungan langsung dengan departemen-departemen dan instansi lain yang terkait.

Berdasarkan kajian historis ini, diketahui bahwa pada awal pelaksanaan pembangunan di Provinsi Irian Barat, Presiden RI, Soekarno memiliki semangat serta komitmen dan tekad yang kuat untuk mempercepatkan kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat Irian Barat. Bentuk komitmen dan tekad tersebut diwujudkan dengan memberikan peran dan tanggungjawab pengkordinasian pemerintahan dan pembangunan Irian Barat dalam suatu lembaga negara setingkat Kementerian yaitu Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat yang dijabat oleh dr. Subandrio, yang pada waktu itu juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Pertama dalam Kabinet Dwikora I yang dipimpin oleh Soekarno.    

Perspektif Kebijakan Pembangunan Papua Saat Ini.

Permasalahan di wilayah Provinsi Papua sejak awal kemerdekaan maupun dalam proses integrasi dalam kedaulatan NKRI serta perkembangan pemerintahan dan pembangunan pada masa Orde Baru dan hingga Reformasi saat ini, masih diperhadapkan dengan berbagai persoalan laten yang tak kunjung dapat diatasi, baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh Pemerintah Pusat. Kondisi keamanan daerah, terutama pada daerah pegunungan masih belum terkendali dengan baik, karena terdapat gangguan dari sekelompok masyarakat yang di labeli oleh Pemerintah sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang disangkakan terafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Masih terdapat adanya perpedaan pandangan politik secara historikal terhadap keberadaan wilayah Papua dalam NKRI, yang berakibat pada terjadinya konflik dan gesekan sosial, baik secara vertikal dengan pemerintah maupun secara horisontal dengan para pendatang. Kesenjangan sosial-ekonomi dan kesejahteraan masih terjadi antar daerah dan antar golongan, terutama antara daerah perkotaan dengan daerah pedalaman terpencil dan terisolasi, sehingga menciptakan segregasi antara sebagian penduduk Orang Asli Papua (OAP) dengan kaum Migran. Selain daripada itu masih banyak lagi permasalahan lain, diantaranya terkait dengan eksploitasi Sumber Daya Alam yang cendrung mengabaikan kepemilikan hak ulayat, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terdapatnya kasus-kasus pelanggaran HAM, Kemiskinan Ekstrim, dan lain sebagainya.

Walaupun begitu, harus juga diakui bahwa hasil-hasil pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah selama ini telah memberikan adanya perubahan kearah yang lebih baik diberbagai bidang pembangunan dan kehidupan masyarakat. Namun perubahan yang terjadi ini dapat dikatakan masih lamban dan belum berdampak secara signifikan bagi kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Data Statistik Tahun 2022, sebelum dilakukan Pemekaran Provinsi-Provinsi baru, menunjukkan bahwa indikator pembangunan dan kesejahteraan di wilayah Papua masih berada dalam urutan terendah dari seluruh Provinsi di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 60,62 dalam kategori sedang, masih dibawah rata nasional yang sebesar 73,77; Angka harapan hidup  65,93 tahun, berada dibawah rata-rata nasional yang mencapai usia 73,6 tahun; Pendapatan Perkapita tanpa tambang rata-rata sebesar Rp.62,2 juta per-kapita per-tahun, berada dibawah rata-rata nasional sebesar Rp.71 juta per-tahun, bahkan pada Kabupaten di daerah pedalaman ada yang berada dibawah Rp.10 juta per-kapita per-tahun. Ketimpangan pendapatan penduduk ini mengindikasikan adanya pembangunan ekonomi yang belum merata; Gini Ratio sebesar 0,406 dalam kategori sedang, namun persentase penduduk miskin mencapai 27,38 persen, masih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 9,36 persen.

Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dan terdapat di wilayah Papua. Kebijakan utama yang secara politis merupakan langkah besar Pemerintah adalah dengan memberikan status Otonomi Khusus (Otsus) melalui ditetapkannya Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Otsus di Provinsi Papua dan juga di Provinsi Papua Barat, mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 hingga tahun 2021, dengan berbagai program/kegiatan yang dibiayai dengan Dana Otsus yang diperhitungkan dari 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Namun dalam perkembangannya, pelaksanaan Otsus ini oleh berberapa kalangan, dipandang belum mampu menjawab berbagai kepentingan daerah dan masyarakat di wilayah Papua. Pelaksanaan Otsus ini mencapai antiklimaks dengan adanya penolakan Otsus oleh berbagai komponen masyarakat yang kecewa karena berada dibawah ekspektasi yang diharapkan. Beberapa evaluasi kristis yang mengemuka adalah: (1). UU Otsus yang harusnya mengandung Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis dengan pendekatan Desentralisasi Asimetrik, namun dalam prakteknya masih dipengaruhi penerapan Desentralisasi Simetrik yang tetap memberlakukan regulasi nasional didaerah. Boleh dibilang tidak ada kekhususan; (2). Kemampuan Kelembagaan dan Aparatur Pemerintah Daerah yang terbatas dalam mengelola program dan dana Otsus; (3) Program/Kegiatan dan Dana Otsus tidak dirasakan dan belum berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat OAP yang menjadi kelompok sasaran utama Otsus; (4) Otsus belum dapat menjawab kepentingan peningkatan taraf dan derajat hidup masyarakat serta harkat dan martabat OAP.  

Memperhatikan keresahan dan tuntutan berdasarkan evaluasi pelaksanaan Otsus yang digaungkan oleh masyarakat Papua tersebut, Pemerintah dan DPR RI kemudian berinisiatif melakukan perubahan UU Otsus dan menetapkan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang di ikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua serta PP Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, Dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Pemerintah juga dalam UU Otsus yang baru, menambahkan Dana Otsus yang tadinya ditetapkan sebesar 2 persen, ditingkatkan menjadi 2,25 persen dari DAU Nasional, dengan formulasi 1 persen untuk membiayai program yang bersifat umum (Block Grant) dan 1,2 persen diperuntukan bagi Program yang diarahkan berbasis kinerja (Specifik Grant).Tidak hanya perubahan UU Otsus saja, untuk kepentingan memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintahan dan percepatan pembangunan di daerah, maka Pemerintah bersama DPR RI juga telah berinisiatif melakukan pemekaran Provinsi baru pada wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Untuk Provinsi Papua dimekarkan 3 (tiga) Provinsi Baru, yaitu: (1) Provinsi Papua Selatan, dengan UU Nomor 14 Tahun 2022; (2) Provinsi Papua Tengah, dengan UU Nomor 15 Tahun 2022; dan (3) Provinsi Papua Pegunungan, dengan UU Nomor 16 Tahun 2022. Sedangkan untuk Provinsi Papua Barat, dimekarkan 1 (satu) Provinsi Baru, yaitu Provinsi Papua Barat Daya dengan UU Nomor 29 Tahun 2022. Dengan demikian diwilayah Papua telah terdapat 6 (enam) Provinsi, yang kesemuanya berada dalam 1 (satu) wilayah Otsus yang dinaungi UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Selain itu, dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koodinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus wilayah Papua, Pemerintah juga telah membentuk lembaga non kementerian yang dinamakan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua yang disingkat BP3OKP, sebagai amanat dari Pasal 68A UU Otsus dan Pasal 85 PP 106 Tahun 2022, melalui  Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 121 Tahun 2022. Sebelumnya, pada masa Presiden Susilo Bambang Yodoyono, pada tahun 2011, Pemerintah juga telah membentuk Lembaga yang hampir sama, yaitu Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 66 Tahun 2011. Bahkan untuk kepentingan merumuskan dan mengarahkan program/kegiatan dalam rangka pelaksanaan Otsus Papua, Pemerintah menyiapkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua yang disingkat RIPPP Tahun 2022-2041 untuk 20 tahun kedepan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2023, yang akan dijabarkan dalam Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua atau disingkat RAPPP. Sorotan terhadap pembentukan BP3OKP adalah point penting yang menjadi perhatian untuk kesinambungan pembangunan di Provinsi Papua dalam kerangka pelaksanaan Otonomi Khusus. BP3OKP bertugas melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, pelaporan, dan koordinasi terpadu pelaksanaan otsus dan pembangunan di wilayah Papua. BP3OKP diketuai wakil presiden dan anggotanya adalah Mendagri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri keuangan, ditambah satu orang masing-masing perwakilan dari setiap Provinsi di wilayah Papua. Alasan di balik keberadaan BP3OKP adalah agar lembaga ini dapat berperan mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi setiap program otsus maupun dana otsus serta dana-dana pembangunan lainnya yang diturunkan ke Papua serta melakukan mitigasi permasalahan pembangunan di Papua apakah telah sesuai dengan amanat UU Otsus dan peraturan pelaksanaannya termasuk RIPPP.

Niat baik Pemerintah untuk dapat menangani permasalahan di Papua dengan berbagai kebijakan, termasuk membentuk BP3OKP ini perlu diapresiasi. Namun sayangnya, sejak dibentuk hingga saat ini, kurang lebih 1 (satu) tahun, BP3OKP belum maksimal dapat melakukan tugas, fungsi dan kewenangannya, bahkan Sekretaris Eksekutif BP3OKP justru ditunjuk sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. Anggota-Anggota Badan Pengarah dari masing-masing Provinsi diwilayah Papua juga terkesan belum maksimal melaksanakan tugasnya. Dikuatirkan Lembaga BP3OKP akan mengalami nasip yang sama dengan UP4B yang dibentuk pada tahun 2011.

Usulan Pembentukan Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP).

Berdasarkan kajian historis dan perspektif kebijakan pembangunan Papua yang ditempuh Pemerintah saat ini dalam rangka percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyakat Papua serta untuk kepentingan mengeleminir permasalahan Papua lainnya, maka diusulkan kepada Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih, agar dapat mempertimbangkan adanya Pembentukan Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) dalam Kabinet yang Bapak bentuk setelah diambil Sumpah/Janji Presiden. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengusulan Pembentukan Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) tersebut, adalah sebagai berikut:

  1. Tekad dan komitmen percepatan Pembangunan Papua sudah digaungkan secara lantang oleh Presiden Soekarno sejak Integrasi Papua kedalam wilayah NKRI melalui perintah komandonya dalam Amanat ”Ambeg Param-Arta” yang disampaikan dihadapan Sidang Umum ke-II Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada Tahun 1963. Ambeg Param-Arta dalam bahasa Sansekerta diartikan memiliki sifat yang mulia dan baik hati yang dijabarkan artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai yang mempunyai sifat mengutamakan kepentingan orang lain atau mendahulukan yang perlu didahulukan. Presiden Soekarno yang memiliki sifat mulia dan baik hati memberi komando agar daerah dan rakyat Irian Barat diutamakan dan didahulukan dalam kebijakan pembangunan negara. Untuk melaksanakan tanggungjawab melaksanakan percepatan pembangunan di Irian Barat tersebut, Presiden Soekarno memberikan kepercayaan kepada Pejabat Negara setingkat Menteri dalam hal ini Wakil Menteri Pertama Koodinator Urusan Irian Barat, yaitu Bapak dr. Soebandrio, yang dilengkapi dengan Sekretariat Wakil Menteri Pertama Koordinator Urusan Irian Barat;
  2. Kelembagaan yang dibentuk sebelumnya yaitu UP4B dan sekarang BP3OKP yang walaupun dipimpin oleh Wakil Presiden, nampaknya tidak efektif karena terkendala regulasi dan ego sektoral yang masing-masing memiliki kepentingan tersendiri. Dengan dibentuknya Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP), maka seluruh Kebijakan Pembangunan di wilayah Papua dan program Pembangunan sektoral yang dibiayai dari Dana APBN, semuanya terkoordinasi, terarah dan dikendalikan oleh Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP);
  3. Pembiayaan Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Otsus yang bersumber dari Dana Otsus sebesar 2,25 persen dari DAU Nasional sangat terbatas, hanya berkisar sebesar kurang lebih 10 sampai dengan 15 persen dari total APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Papua. Karena itu, melalui Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) akan diperoleh lagi kucuran dana tambahan dari APBN untuk melengkapi dan mendorong upaya Percepatan Pembangunan Daerah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Papua;
  4. Tugas, Fungsi dan Kewenangan yang dimiliki oleh BP3OKP seluruhnya dialihkan dalam tanggungjawab Kementeri Khusus Urusan Papua (K2UP); Seluruh permasalahan Papua yang menyangkut Keamanan, Politik, Sosial-Budaya, Ekonomi dan Sumber Daya lainnya di tangani secara terpusat pelalui Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP), namun tetap terkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga pemerintah terkait; Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan menjadi alat Pemerintah Pusat untuk mengkoordinasikan dan menangani permasalahan yang terjadi pada 6 (enam) wilayah Provinsi di Papua;
  5. Memberikan ruang dan peluang yang besar kepada Putra-Putri Papua untuk mengabdikan diri kepada Bangsa dan Negara melalui rekruitmen dan penempatan mereka pada Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) yang berkedudukan di Ibu Kota Negara; Menteri sebagai Pembantu Presiden yang akan diangkat dan ditetapkan menjadi Menteri pada Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP), diusulkan agar dipilih oleh Presiden R.I dari Putra-Putri Bangsa terbaik yang berasal dari Orang Asli Papua (OAP).
  6. Pembentukan Nomenklatur Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) perlu dilakukan oleh Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden, karena selama ini Papua mendapatkan perhatian khusus Pemerintah dan juga menjadi sorotan Luar Negeri. Kami yakin dan sungguh percaya, bahwa Bapak Prabowo Subianto memiliki hati yang mulia dan baik hati dan akan mengutamakan dan mendahulukan kepentingan Daerah dan Masyarakat Papua dalam kebijakan negara, sebagaimana yang dilakukan Oleh Presiden Soekarno dalam semangat Komando Ambeg Param-Arta. Susunan Organisasi dan Struktur Kementerian Khusus Urusan Papua (K2UP) mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Aliansi Papua Maju, sebagai salah satu Komponen Masyarakat Papua siap mendapatkan masukan dan arahan serta bertekad untuk mendukung sepenuhnya Kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden RI, terutama dalam kebijakannya untuk mempercepat pembangunan Papua agar daerah dan masyarakat Papua dapat hidup sejajar dan sederajat serta memiliki harkat dan martabat sama seperti saudara-saudaranya diseluruh Indonesia dalam bingkai NKRI. Dalam semangat kesatuan langkah dan gerak kebangsaan, ijinkanlah kami Aliansi Papua Maju menyampaikan Selamat dengan telah diumumkannya oleh KPU RI, tentang kemenangan Bapak Jenderal (Pur) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih. Ter-iring salam dan doa kami, kiranya Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Gibran Rakabuming Raka senatiasa dikaruniai kesehatan, hikmat, marifat dan kebijaksanaan dalam tugas dan tanggungjawabnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang kita cintai, menuju Indonesia Emas demi kejayaan Bangsa dan Negara. Terima kasih. Tuhan Memberkati. 

 

RELATED POSTS
FOLLOW US