SENTANI – Puluhan masyarakat adat Lembah Grime, Namblong, Kabupaten Jayapura memasang spanduk yang bertuliskan kami masyarakat adat Namblong yang berada di wilayah Grime menolak penggusuran dan penggundulan hutan adat oleh PT.PNM di dekat area konsesi.
“Kami memasang baliho untuk mencegah perusahaan jangan sampai masuk ke areal saya (marga Tecuari). Karena penggusuran hutan yang dilakukan PT PNM itu sudah hampir mendekati area kami. Karena dibatasi oleh sungai, maka dari itu kami antisipasi agar perusahaan tidak masuk ke lokasi kami,” kata Ondoafi Abner Tecuari, Selasa (2/4)
Menurutnya, Sungai yang ada di lokasi konsesi itu menjadi batas antara marga Benek Sawa dan Tecuari yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) sebanyak 18 ribu hektar.
“Jadi kami memasang baliho ini agar perusahaan bisa melihat bahwa, wilayah hutan seluas 18 ribu hektar dari suku Namblong jangan diganggu, sebab itu hutan milik adat,” ujarnya
Menurutnya pihak perusahaan telah menyampaikan kepada Suku Namblong bahwa ada 300 hektar yang akan dibuka lahannya.
“Namun kami menyampaikan kepada perusahaan bila mereka ingin masuk yang izinnya sudah keluar maka kami akan mengadu ke Pengadilan dan meminta perusahaan ini gulung tikar diatas tanah adat ini,” ucap Abner.
Ketua Organisasi Perempuan Papua Rosita Tecuari mengatakan ketika hutan digusur maka mau dikemanakan anak-cucunya nantinya.
“Sebagai perempuan kami melahirkan generasi Papua, lalu ketika mereka tanya hutan kami dimana, apa yang bisa kami jawab. Sebab dari dulu kami hidup dari hasil hutan. Karena wilayah kami yang besar sudah diambil oleh pemerintah dan diserahkan ke perusahaan,” kata Tecuari sambil mengusap air matanya.
Sementara, kata Tecuari, perusahaan dengan gampangnya menggusur hutan adat pihaknya yang sudah sejak zaman dahulu memberikan pihaknya kehidupan.
“Kami bertanya kepada Pemerintah sebenarnya kami masyarakat adat dianggap ada atau tidak. Pemerintah tidak meminta izin kepada kami dan seenaknya mengambil wilayah adat kami. Padahal didalamnya ada satwa dilindungi, jika rumahnya digusur mereka cari makan dimana, toh tidak mungkin makan sawit,” Ujarnya. (Ikbal Asra/gin)