JAYAPURA-Sepekan terakhir publik di kota Jayapura di hebohkan dengan kasus penimbunan hutan manggrove di daerah Hamadi, kota Jayapura. Banyak pihak yang menilai bila penimbunan tersebut merusak ekosistem hutan Manggrove yang masuk dalam kawasan Taman Wisata Alam Teluk Youtefa sebagai kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi.
Akibat banyak nya tekanan nitizen, Dinas Kehutanan dan Gakum Balai besar KSDH Papua serta Polda Papua akhirnya menghentikan aktifitas penimbunan tersebut. 11 truk dan 1 eksavator pun ikut disita.
Menanggapi penghentian aktifitas penimbunan, Samsunar Rasyid yang mengaku sebagai pemilik lahan lantas mempertanyakan alasan pemerintah menghentikan proses penimbunan, pasalnya menurut Haji Sunar, sapaan akrab Samsunar Rasyid lahan tersebut diakui oleh negara sebagai milik nyanyang dibuktikan dengan sertifikat asli yang dikeluarkan oleh Negara.
“Tanah itu saya beli tahun 1994 dari Suku Hamadi saat itu Kepala Sukunya Stefanus Hamadi, tapi Kemudian saya beli lagi dari Suku Afar dengan Kepala Sukunya, Set Afar. Lalu ketiga dari Daniel Hamadi selaku Sekretaris Dewan Adat dan terakhir dari Suku Dawir dengan Kepala Sukunya Hengky Dawir, jadi tanah itu saya beli 4 kali, lahan yang sama, tapi saya beli 4 kali,” ungkap haji Sunar, Kamis (13/7/2023).
Kemudian menurut haji Sunar, ditahun 2009 tanah tersebut kembali bermasalah dimana terjadi klaim pemilikkan, sehingga dirinya harus membayar lagi kepada dua suku yakni kepada Hengky Dawir dan Set Afar.
“Trus di tahun 2021 terjadi sengketa lagi atas lahan itu, dimana Maikel Kambuaya mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya hingga berujung perkara ke Pengadilan Negeri Jayapura, hasil putusan pengadilan Negeri saat itu saya kalah,”ujarnya.
Tak terima atas putusan Pengadilan Negeri Jayapura tersebut, Haji Sunar lalu banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura, dia pun menang, Namun atas putusan tersebut, Maikel Kambuaya banding ke Mahkamah Agung, dan MA di tahun 2022 memutuskan Haji Sunar sebagai pemilik sah atas tanah itu.
“Jadi atas dasar putusan MA itu saya berani lakukan penimbunan karang ditanah saya, Karena saya merupakan pemilik sah atas lahan tersebut. Dan kalau sekarang saya dilarang timbun lahan itu atas dasar apa? Apakah ada putusan yang lebih tinggi dari putusan MA?” tanya Haji Sunar.
Haji Sunar juga mempertanyakan soal banyaknya bangunan yang di bangun di kawasan TWA teluk Youtefa,” Saya ini bingung kenapa lahan saya yang disoroti, sementara banyak bangunan lain juga yang dibangun di dalam kawasan tersebut tapi tidak menjadi atensi, kenapa pas lahan saya saja yang jadi perhatian,” beber Haji Sunar.
Walau demikian Haji Sunar mengaku akan tetap mengikuti proses yang saat ini sedang berlangsung,”Untuk sementara ini kami tidak lanjutkan penimbunan dulu karena harus mengikuti proses yang sementara ini dengan pihak Gakkum KLHK, biarkan proses ini berlangsung untuk membuktikan semua dokumen kepemilikkan lahan tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan Dinas Kehutanan dan Gakkum KLHK Di bantu Polda Papua melakukan penghentian kegiatan penimbunan lahan di daerah hutan konservasi TWA teluk Youtefa. Dalam proses tersebut juga dilakukan penyitaan terhadap 11 truk pengangkut karang dan 1 alat berat.
Dinas Kehutanan Papua mengaku menghentikan proses penimbunan tersebut guna melindungi hutan manggrove yang berada di dalam kawasan TWA Teluk Youtefa, Kota Jayapura.
“Daerah ini adalah hutan manggrove yang masuk dalam Kawasan konservasi dengan status taman wisata alam dan karena ada aktifitas penimbunan yang dilakukan maka kita datang untuk melakukan langkah tegas sesuai dengan UU no 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Jap Ormuseray, Selasa (11/7/2023).(gin)